Nuk.
2 min readDec 31, 2020

Cerita Babi

Aku adalah babi. okelah, babi dengan sedikit baluran bubuk kayu manis yang mempunyai impian dilahirkan menjadi Sapi Kobe Wagyu A5 (bukan picanha yang dari australia itu). Aku (si babi), menjadikan segala cara agar aku bisa menjadi Kobe Wagyu A5, dan selalu mengutuki tuhan mengapa aku menjadi babi (sedikit plusnya, aku dibaluri kayu manis. hey! itu rempah yang diincar VOC ditahun 1800-an lho!). Bagaimana tidak, minumannya saja sampanye (terkadang air merah Tuhan), makanannya rumput yang disemprot vitamin penggemuk, belum termasuk fasilitas spa dan massaj yang setiap minggu diberikan oleh tangan Tuhan (entahlah, terkadang mereka terlihat seperti Tuhan).

Sedangkan babi seperti kami, boro-boro spa dan massaj, makanan dan minuman kami merupakan sampah-sampah olahan sisa makanan dari Tuhan. Jikalau tangan Tuhan telat memberi kami makan, yaa kotoran kami yang menjadi 3-in-one course dish kami.

Hingga pada suatu pagi, tangan-tangan Tuhan ini tidak memberikan kami makan, namun, jarum suntik menjadi sarapan di punggung kami pada pagi itu. Ku dengar bisik tetangga sebelah, sang Muadzin, Ayam yang termasyur berkata, bahwa itu merupakan jenis cairan yang akan membuat para pejantan sange minta ampun dan para betina mengalami masa subur yang paling subur diantara pohon mangga yang buahnya biasa kami curi di sekitar kandang kami.

“Mungkin alasannya harga yang lebih terjangkau sehingga, Tuhan sepertinya ingin lebih banyak spesies kita untuk dimanfaatkan” ungkap Muadzin si Ayam yang rajin tapi pengecut itu.

“Setidaknya kita lebih berguna dengan segmen ekonomi yang lebih luas, adz” tanggap ku.

Ayam itu tertawa dengan berbahasa Arab sesuai dhohirnya.

“Hey, esok hari, jangan kau berekspetasi lebih. Kotoran mu akan lebih kau syukuri” lanjut bijak sang Ayam.

“Ahahaha aku sudah terbiasa akan hal itu. Katakan sendiri pada dirimu!” aku yang tak mau kalah sehingga membalasnya dengan bahasa kanton dan menyalakan sigaret kretek tangan yang dijatuhkan oleh penjagal di sore tadi.